Kamis, 29 Oktober 2020

Modul 1.1.a.09: Sintesis berbagai materi dan Rancangan Tindakan

1. SINTESIS BERBAGAI MATERI

MEMBENTANG KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI CALON GURU PENDIDIKAN GURU PENGGERAK ANGKATAN 1/2020

Perspektif pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara sejalan dengan karakteristik budaya  kultural Indonesia dan menekankan pentingnya pengolahan potensi-potensi murid secara terintegratif. Pada titik itu pula, konsep pendidikannya sungguh kontekstual untuk kebutuhan generasi Indonesia pada masa itu. 

Manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Dalam tataran praksis kehidupan, Manusia di Indonesia menyadari tanggungjawabnya untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ekspresi kebenaran itu terpancarkan secara indah dalam dan melalui tutur kata, sikap, dan perbuatannya terhadap lingkungan alam, dirinya sendiri dan sesamanya manusia. Dalam istilah Thomas Aquinas, yang menyatakan bahwa kebenaran itu terpancar dalam keindahan: Pulchrum est splendor veritatis. Kebenaran dan keindahan itu tak dapat dipisahkan. Apa yang benar memancarkan keindahan. 

Baca juga: Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Tantangan implementasi

Kini gagasan dan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yang begitu berharga dan humanis pada masa dulu, menjadi terasa begitu klasik dan nyaris di lupakan. Berdasarkan catatan hasil penelitian hal tersebut terjadi lantaran pendidikan di Indonesia pada masa kini lebih dominasi kognitif dan jauh dari nuansa terintegratif sehingga reduktif terhadap hakekat pendidikan dan kemanusiaan. Mengapa demikian? Ada sementara pihak yang meyakini bahwa hal itu terkait dengan upaya lembaga pendidikan dalam praksisnya yang terlalu terfokus pada upaya untuk menyiasati ujian sekolah ataupun Ujian Nasional (UN), dan bukan untuk membentuk manusia yang otentik, berkepribadian dan peka terhadap dunia di luar sekolah.

menjadi-guru-di-Era-Digital

Gambar 1: Peran Guru sebagai  Among

Sementara itu, Pendidikan dalam konteks yang sesungguhnya, sebagaimana diyakini oleh Ki Hadjar Dewantara, adalah menyangkut upaya memahami dan mengayomi kebutuhan peserta didik sebagai subyek pendidikan. Dalam konteks itu, Tugas pendidik adalah mengembangkan potensi-potensi peserta didik, menawarkan pengetahuan kepada peserta didik dalam suatu dialog. Semuanya itu dimaksudkan untuk memantik dan mengungkapkan gagasan-gagasan peserta didik tentang suatu topik tertentu sehingga yang terjadi adalah pengetahuan tidak ditanamkan secara paksa tetapi ditemukan, diolah dan dipilih oleh murid. Berdasarkan perspektif tersebut Ki Hadjar memaknai pendidikan sebagai aktivitas “mengasuh”/Among.

Peran sebagai Guru yang bertugas terkait pada aktivitas pendidikan “mengasuh” inilah yang menjadi alasan saya untuk memaknai kembali dengan baik konsep pendidikan yang telah digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Kembali menghidupkan ruh pendidikan yang seimbang dan selaras dengan murid dalam proses pembelajaran yang berpusat pada anak melalui pendekatan komunikasi yang humanis kepada murid di kelas.

guru cerewet

Gambar 2: Sosok guru yang pemarah

Sebagai guru tentu saja saya mencintai murid, Tetapi cara menunjukan rasa cinta kepada mereka yang tak tepat. Penunjukan rasa cinta saya jauh berbeda dengan metode “mengasuh” Ki Hajar Dewantara, Pengasuhan yang dilakukan semestinya berdasarkan welas asih yang penuh pengertian berdasarkan kondisi setiap murid. Sebelumnya berharap penuh kepada setiap murid untuk bisa menjadi lebih baik dari saya, berharap penuh kepada murid untuk mengerti tujuan dari proses pembelajaran yang disampaikan. Hanya saja pengharapan penuh ini melahirkan cara yang memaksa, karena menuntut murid harus mampu mengimbangi harapan saya. inilah yang pernah saya alami sebelum mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.

Rasa cinta buta yang saya miliki ini membuat saya lupa bahwa semestinya sayalah yang harus mengimbangi kemampuan setiap murid dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga pada saat saya menemukan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan tidak akan berujung kekecewaan yang berwujud pada sikap marah-marah, pemberian hukuman ataupun ancaman kepada murid yang tak mampu.

pendidikan guru penggerak
Gambar 3:  Perubahan  Mindset terhadap proses pembelajaran

Pendidikan guru penggerak menjadi momentum yang luar biasa bagi saya sebagai guru untuk kembali memaknai kembali dengan baik konsep pendidikan yang telah digagas oleh Ki Hajar Dewantara. Terutama dalam proses pembelajaran yang selama ini saya bangun antara murid mirip dalam sebuah instansi non-kependidikan: terpola secara tegas antara atasan dan bawahan. Padahal, relasi yang terjadi idealnya adalah setara dalam arti, guru adalah sahabat dan sekaligus teman bagi siswa untuk saling berbagi dan memperkaya wawasan pengetahuan. Dalam istilah Ki Hadjar Dewantara, inilah yang disebut metode Among. Metode itu dilaksanakan dengan semboyan Tut Wuri Handayani (mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh).
learning is fun

Gambar 4: Tujuan pendekatan komunikasi yang humanis

Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara menjadi titik awal saya menjadi agen perubahan dalam transformasi Pendidikan “Merdeka Belajar” di sekolah. Langkah awal yang akan saya lakukan untuk memperbaiki diri sebagai guru dalam proses pembelajaran adalah membangun komunikasi yang humanis kepada murid. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Sedangkan untuk kata humanis berasal dari pemahaman yang menganggap manusia sebagai objek terpenting. Pemahaman sikap hidup yang demokratis dan etika yang menegaskan bahwa manusia memiliki hak dan tanggung jawab untuk memberikan makna dan bentuk kehidupan mereka. Humanisme berdiri untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi melalui etika yang didasarkan pada manusia dan nilai nilai yang alami melalui kemampuan manusia. 

Berdasarkan kedua definisi tersebut maka saya menyimpulkan komunikasi yang humanis yang akan saya lakukan adalah sebagai usaha pendekatan diri untuk menciptakan pola hubungan sosial antara guru dan murid yang ramah sehingga saya tidak lagi dipandang sebagai guru yang pemarah oleh murid. Murid dipandang sebagai manusia seutuhnya yang memiliki jiwa dan raga bebas merdeka untuk menciptakan masa depannya sendiri. Pendekatan diri sebagai teman belajar mempermudah dalam mengidentifikasi karakter setiap murid (tak kenal maka tak sayang) jika mengenal dengan baik maka dengan sendirinya mempermudah dalam pemberian model pembelajaran sesuai kemampuan murid sehingga penyampaian visi ‘Merdeka Belajar” yang berbasis profil Pelajar Pancasila Indonesia disambut baik oleh murid.


pelajar indonesia
Gambar 5: Profil Pelajar Pancasila

5 komentar:

  1. Saya setuju sekali dengan pandangan bahwa anak dapat belajar dengan merdeka namun bertanggung jawab dengan pilihannya...menghadapi anak dengan ramah dan lainnya....kenyataanya terkadang kita berbeda2 terhadap pandangan tersebut, apalagi perbedaan itu terkait dengan individu yang menjadi pimpinan di lembaga kita bekerja....sukses selalu buat bu Diana....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih..sudah mampir disini...inilah yg tengah kita gerakan bersama.Memulai dengan keramahan,Menahan ego diri sebagai orang dewasa maka dengan sendirinya memberikan tempat bagi kita di hati mereka.😊

      Hapus
  2. Kereennn..dan sangat menginspirasi..tulisan yang membuat kita kembali membuka peta napak tilas kita sebagai pendidik ,bagaimana siswa "belajar" kepada kita atau apakah kita yang sebenarnya sedang "belajar " kepada mereka

    BalasHapus
  3. Kereennn..dan sangat menginspirasi..tulisan yang membuat kita kembali membuka peta napak tilas kita sebagai pendidik ,bagaimana siswa "belajar" kepada kita atau apakah kita yang sebenarnya sedang "belajar " kepada mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima Kasih. ..
      Belajar bersama sama untuk saling melengkapi diri mencapai tujuan keselamatan dan kebahagiaan bersama. .

      Hapus