Rabu, 02 Juni 2021

3.3.a.9. Koneksi Antarmateri - Pengelolaan Program yang Berdampak pada Murid

 Assalamualaikum, Salam Sejahtera untuk kita semua,…

Melalui tulisan blog ini izinkan saya untuk memaparkan tugas materi pengelolaan program yang berdampak pada murid sebagai umpan balik pemahaman yang saya terima dalam mengikuti program pendidikan guru penggerak.

Tujuan khusus dari tugas ini adalah:  Calon Guru Penggerak (CGP) mampu menarik kesimpulan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 3.3 dalam berbagai media.

Panduan Pertanyaan untuk membuat Koneksi Antarmateri:

1. Hal-hal menarik yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan bagaimana benang merah yang bisa Anda tarik dari keterkaitan antarmateri yang diberikan dalam modul 3.3?

Ketertarikan saya terhadap materi ini memberikan pemahaman pengetahuan kepada saya sebagai calon guru penggerak untuk membuat program haruslah memiliki perencanaan dan dilanjutkan sebagai bentuk komitmen untuk melaksanakan setiap perencanaan program yang telah disusun secara sistematis, optimal dan terarah sehingga program yang dirancang benar benar berdaya guna bagi lingkungan sekolah terutama pada kepentingan yang berpihak pada murid. 

Keberhasilan suatu program yang berdampak pada murid memerlukan suatu pemahaman yang sama terhadap pengembangan aset yang dimiliki agar masing-masing bagian dari pemangku kepentingan sekolah dapat berkolaborasi dengan maksimal. Pengelolaan program yang berdampak pada murid dapat dilakukan dengan cara memadukan pendekatan MELR dan Tahapan BAGJA sebagai pedoman dalam membuat program yang berdampak pada murid berdasarkan pemetaan tujuh aset/modal yang dimiliki sekolah melalui pendekatan berbasis aset/kekuatan dalam mewujudkan profil pelajar pancasila. 

Untuk itu ada baiknya kita mengenal lebih dekat terlebih dahulu apa itu MELR (Monitoring, Evaluation, Learning, Reporting (Monitoring, Evaluasi Pembelajaran, Laporan):

  1. Monitoring adalah proses menghimpun informasi dan analisis internal dari sebuah proyek atau program. 
  2. Evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara periodik pada satu proyek atau program yang telah selesai. Biasanya kegiatan evaluasi melibatkan penilai luar yang independen (Kertsy Hobson, dkk (2013). dapat disimpulkan berdasarkan definisi tersebut kegiatan evaluasi adalah sebuah penilaian retrospektif secara periodik pada satu proyek atau program yang telah selesai. Biasanya kegiatan evaluasi melibatkan penilai luar yang independen. jadi antara kegiatan Monitoring dan evaluasi, perlu disinergikan dengan kegiatan atau program yang sedang berjalan dengan melakukan perencanaan, tindakan, dan refleksi. Prinsip-prinsip yang terdapat dalam kegiatan evaluasi sebagi berikut: menyeluruh, berkesinambungan, objektif, dan hasil evaluasi dapat dipergunakan sebagai refleksi untuk pengembangan kegiatan selanjutnya.
  3. Learning mengandung 4 kegiatan pembelajarang yang bersifat Fact (Fakta), Feeling (perasaan), finding (temuan), future (masa depan).
  4. Reporting (Laporan) Menurut Himstreet (1983), laporan adalah pesan yang disampaikan secara sistematis dan objektif yang digunakan untuk menyampaikan informasi dari satu bagian organisasi kepada bagian lain atau lembaga lain untuk membantu pengambilan keputusan atau memecahkan persoalan. Tujuan penyusunan laporan adalah untuk menjadikan informasi yang disampaikan jelas dan mudah dipahami. Oleh karena itu, materi laporan yang disampaikan hanya yang perlu diketahui oleh pihak pembaca. Fungsi Laporan sebagai berikut: Pertanggungjawaban dan pengawasan, Penyampaian informasi, Bahan pengambilan keputusan dalam pelaksanaan manajemen, Sebagai salah satu alat untuk memperluas ide dan tukar-menukar pengalaman. Jadi dapat disimpulkan Laporan merupakan alat bagi pimpinan untuk menginformasikan atau memberikan masukan untuk setiap pengambilan keputusan yang diambilnya. Oleh karena itu laporan harus akurat, lengkap, dan objektif. Dalam prakteknya, laporan adalah sebuah dokumen yang merupakan produk akhir dari suatu kegiatan. Laporan menyajikan informasi dengan cara yang sangat khusus. Informasi yang terkandung dalam laporan sesungguhnya telah ditulis dan dikumpulkan dalam kertas kerja

Manajemen Resiko:
Dalam Prinsip Dasar Manajemen risiko (2019:3) Manajemen risiko adalah metode yang tersusun secara logis dan sistematis dari suatu rangkaian kegiatan; penetapan konteks, identifikasi,analisa, evaluasi, pengendalian serta komunikasi risiko.

Beberapa tipe risiko di lembaga pendidikan, meliputi:

  1. Risiko Strategis,  merupakan risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan organisasi mencapai tujuan
  2. Risiko Keuangan, merupakan risiko yang mungkin akan berakibat berkurangnya aset
  3. Risiko operasional, merupakan risiko yang berdampak pada kelangsungan proses manajemen
  4. Risiko pemenuhan, merupakan risiko yang berdampak pada kemampuan proses dan prosuderal internal untuk memenuhi hukum dan peraturan yang berlaku
  5. Risiko Reputasi, merupakan risiko yang berdampak pada reputasi dan merek lembaga. (Princewatercoper, 2003)

Adapun tahapan manajemen risiko adalah sebagai berikut:

  1. Identifikasi Jenis Risiko, 
  2. Pengukuran Risiko, 
  3. Melakukan Strategi Dalam Pengendalian Risiko 
  4. Melakukan Evaluasi Terus-Menerus, Maju Dan Berkelanjutan

Jadi saya memahami bahwa kesemua rangkaian materi yang saya pelajari sebelumnya mulai dari modul satu hingga ke modul tiga kesemuanya terintegrasi pada modul 3.3 sebagai bentuk komitmen diri calon guru penggerak untuk mengaksi nyatakan semua materi yang telah dipelajari selama mengikuti pendidikan Guru Penggerak di lingkungan sekolah masing-masing. sebagaimana kita ketahui bahwa sekolah merupakan ekosistem yang memiliki aset biotik dan abiotik yang dapat diberdayakan sebagai modal sekolah untuk dikelola serta dikembangkan secara sistematis, optimal, terarah dan berkelanjutan sehingga aset bernilai daya guna bagi kepentingan yang berpihak pada murid.

2. Apakah kaitan antara pemetaan sumber daya dengan perencanaan program sekolah yang berdampak pada murid? 

Perencanaan program sekolah yang berdampak pada murid dibuat berdasarkan asset based thingking atau kekuatan sekolah dengan memetakan tujuh aset/modal utama yang tersebut akan memberikan dampak terhadap pengembangan potensi setiap murid yang ada di sekolah. Jadi aset yang dimiliki sekolah dimanfaatkan secara maksimal dan dijadikan kekuatan yang optimal tanpa menunggu asset dari luar sekolah. Panduan pengelolaan program berdampak pada murid adalah metode “BAGJA” yaitu buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali Mimpi, jabarkan rencana dan atur eksekusi

Dengan demikian program sekolah yang dibuat akan memberikan dampak pada murid dan tujuan sekolah berpihak pada murid akan tercapai secara efektif dan efisien dalam mendukung program pemerintah untuk mewujudkan profil pelajar pancasila.

3. Adakah materi dalam modul lain/paket modul .lain yang berhubungan dengan materi dalam modul 3.3. ini? Jabarkanlah jika ada. 

  • Modul Filosofi pendidikan KHD: melalui kemampuan dalam membuat program sekolah yang berdampak pada murid dapat mendukung merdeka belajar karena guru “menuntun” siswa untuk belajar sesuai kodrat alam dan zaman guna pengembangan potensi dan kreatifitas murid di sekolah.
  • Inkuiri Apresiatif: melalui kemampuan dalam membuat program yang berdampak pada murid dengan menggunakan model “BAGJA” berdasarkan pendekatan berbasis aset/kekuatan yang menghasilkan pemetaan tujuh aset/modal utama yang dimiliki sekolah yakni modal manusia, sosial, lingkungan sekitar/alam, Fisik, finansial dan politik, agama dan budaya maka sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat berfungsi dengan baik dengan menggunakan aset tersebut secara efektif dan efisien guna terwujudnya profil pelajar pancasila

4. Bagaimana kaitan dari semua materi tersebut dengan peran Anda sebagai guru penggerak?




Menurut saya jelas terdapat kaitan antara semua materi yang dipelajari selama proses Pendidikan Guru penggerak dengan peran saya sebagai calon guru penggerak. kesemua materi yang terdapat pada modul bersifat integrasi atau saling menguatkan antara materi satu dengan lainnya sehingga menjadi bekal bagi calon guru penggerak untuk menerapkan dengan komitmen yang tinggi di lingkungan sekolah masing-masing. adapun bentuk keterkaitan semua materi terhadap peran guru penggerak sebagai berikut:

  • Sebagai pemimpin pembelajaran yang menuntun murid sesuai kodrat alam dan zaman secara mandiri, reflektif,kolaboratif, inovativ serta berpihak pada murid (Filosofi KHD).
  • Menyelaraskan  peran guru  penggerak dengan visi sekolah sebagai penerapan budaya positif melalui identifikasi kekuatan/potensi sekolah menggunakan Model BAGJA (IA-Budaya Positif)
  • Memetakan kebutuhan belajar murid sehingga murid tumbuh dan berkembang sesuai dengan bakat dan potensinya ((Pembelajaran Diferensiasi)
  • Sebagai dasar penanaman pendidikan karakter yang berimplikasi pada perkembangan sosial emosional murid (Pembelajaran KSE)
  • Melalui coaching model TIRTA mengoptimalkan pelaksanaan proses pembelajaran dan pengembangan kemampuan murid/seseorang dalam menyelesaikan masalahnya sendiri (Coaching)
  • Pengambilan keputusan berdasarkan paradigm dilema etika, prinsip resolusi, 9 langkah pengambilan keputusan (Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran)
  • Memetakan tujuh aset/modal utama yang menjadi kekuatan sekolah (Pemimpin dalam pengelolaan sumber daya dengan pendekatan Asset Based Thingking)
  • Merencanakan program dengan pendekatan model BAGJA dan strategi MELR (Monitoring, Evaluation, Learning, Reporting) dan manajemen Resiko (Pengelolaan program yang berdampak pada murid)

Demikianlah paparan koneksi antara materi 3.3.a.9 pengelolaan program yang berdampak pada murid yang dapat saya jelaskan. semoga bermanfaat.


Wassalam

Salam Guru Penggerak!

Diana Fitri Yani_CGP SMAN 2 Pekanbaru 



Senin, 17 Mei 2021

3.2.a.9 Koneksi antar Materi - Pemimpin dalam pengelolaan Sumber Daya

"Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya"

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

salam sejahtera untuk kita semua.

Pada kesempatan ini izinkan saya untuk membuat koneksi antar materi 3.2. yakni pemimpin dalam pengelolaan sumber daya 

Sekolah sebagai suatu ekosistem pendidikan yang didalamnya terdapat komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik)  satu sama lain saling berkontribusi, berkaitan dan saling berinteraksi dalam konteks kelangsungan penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan di level mikro. Faktor-faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah di antaranya adalah : (1) peserta didik ; (2) kepala sekolah; (3) guru; (4) staf/tenaga kependidikan; (5) pengawas sekolah; (6) orang tua peserta didik; dan (7) masyarakat sekitar sekolah. Selain faktor-faktor biotik yang sudah disebutkan, faktor-faktor abiotik juga memiliki kontribusi untuk kelangsungan proses pendidikan di sekolah, di antaranya adalah : (1) keuangan; (2) sarana dan prasarana sekolah.

Pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sumber daya merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seorang pemimpin dalam pemanfaatan aset asset yang dimiliki sekolah dan dikelola dengan baik sebagai kekuatan atau potensi sekolah sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman guna meningkatkan kualitas pembelajaran yang berdampak pada murid.

Terdapat dua Pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan sumber daya adalah pendekatan berbasis asset (Aset based thingking) dan pendekatan berbasis kekurangan (Deficit based thingking). 


Berdasarkan perbedaan dari dua pendekatan tersebut maka dapat disimpulkan pada pendekatan berbasis asset menekankan pada kekuatan berpikir positif sehingga memberikan nilai lebih pada kapasitas, kemampuan, pengetahuan, jaringan, dan potensi yang dimiliki oleh komunitas. Dengan demikian penggunaan pendekatan berbasis asset memiliki peran bagi komunitas untuk dapat memberdayakan aset yang dimilikinya serta membangun keterkaitan dari aset-aset tersebut agar menjadi lebih berdaya guna dan kemandirian dari suatu komunitas untuk dapat menyelesaikan tantangan yang dihadapinya dengan bermodalkan kekuatan dan potensi yang ada di dalam diri mereka sendiri, dengan demikian hasil yang diharapkan akan lebih berkelanjutan. Penjelasan tersebut sebetulnya ditujukan untuk pengembangan masyarakat, namun Pendekatan ini tetap bisa kita implementasikan pada lingkungan sekolah karena sebetulnya adalah miniatur sebuah tatanan masyarakat di suatu daerah.

Sementara pendekatan berbasis deficit adalah pendekatan yang memusatkan perhatian pada kekurangan, apa yang mengganggu dan apa yang tidak bekerja.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pemimpin dalam pengelolaan sumber daya adalah pemimpin yang mampu mengenali, menggali, menganalisis dan memetakan potensi sumber daya atau tujuh asset utama daerahnya/sekolah dengan menggunakan pendekatan berbasis asset (Aset based thingking) yang ada kemudian memanfaatkan serta memberdayakan secara optimal sesuai kodrat alam dan zaman.

Adapun cara implementasikan pendekatan berbasis asset sebagai berikut:

  1. Mulai dari diri dengan mengubah mindset untuk senantiasa berpikir berbasis asset/kekuatan.
  2. Koordinasi dan komunikasi dengan kepala sekolah dadn rekan sejawat.
  3. Kolaborasi untuk memetakan tujuh asset utama sekolah dengan menggunakan pendekatan berbasis asset.
  4. Perencanaan dengan merancang perencanaan perubahan kecil di kelas, sekolah dan masyarakat sekitar.
  5. Aksi Nyata dengan melakukan semua rancangan perubahan kecil yang dimulai dari kelas, sekolah dan lingkungan sekitar. Sebagai contoh untuk di kelas dengan mengoptimalkan potensi murid untuk menghasilkan sebuah produk sesuai dengan karakter murid yang ada melalui model pembelajaran berdiferensiasi.
  6. Refleksi dan evaluasi aksi yang telah dilakukan agar kegiatan yang dilakukan dapat terkontrol dengan baik sehingga perkembangan kegiatan dapat dirasakan manfaatnya secara berkelanjutan. 

Keterkaitan pengelolaan sumber daya yang tepat terhadap proses pembelajaran murid adalah membuat proses pembelajaran murid menjadi lebih berkualitas. Manfaat pengelolaan sumber daya yang tepat yang dirasakan oleh sekolah:

  1. Memaksimalkan peran dan fungsi setiap sumber daya sehingga mendukung proses pembelajaran murid lebih bervariasi dan berdiferensiasi.
  2. Pengelolaan sumber daya yang tepat dengan menggunakan pendekatan berbasis asset sifatnya berkelanjutan sehingga memberikan perubahan bagi proses pembelajaran murid menjadi berkualitas.
  3. Pengelolaan sumber daya yang tepat dengan menggunakan pendekatan berbasis asset yang berfokus pada potensi murid dapat membuat murid merespon secara kreatif.
  4. Pengelolaan sumber daya yang tepat mampu mengorganisasikan segala kompetensi dan sumber daya sehingga proses pembelajaran berjalan secara terarah.

Hubungan materi ini dengan materi-materi yang ada pada modul guru penggerak adalah sebagai berikut:
  1. Modul 1.1. Filosofi Ki Hadjar Dewantara keterkaitannya terdapat pada kemampuan memetakan potensi/kekuatan yang dimiliki oleh murid sebagai sumber daya/asset manusia kemudian menuntun potensi tersebut agar tumbuh dan berkembang sesuai kodral alam dan zaman.
  2. Modul.1.2. Nilai dan peran dengan memiliki nilai dan peran guru penggerak seperti kolaboratif, reflektif dan inovativ mampu mengoptimalkan potensi setiap sumber daya untuk menghasilkan pembelajaran yang berpihak pada murid sesuai profil pelajar pancasila.
  3. Modul 1.3 Visi Guru Penggerak dengan pendekatan BAGJA maka pemetaan tujuh asset utama  dapat diterapkan dengan secara terstruktur dan berpihak pada murid
  4. Modul 1.4. Budaya Positif pemetaan asset sekolah dengan pendekatan berbasis asset merupakan suatu usaha untuk menciptakan lingkungan sekolah yang berbudaya positif.
Koneksi antar materi dengan modul 2 :
  1. Modul 2.1 Pembelajaran berdiferensiasi Setiap murid memiliki keunikan tersendiri maka sebagai pemimpin pembelajaran mampu menghadirkan pembelajaran berdiferensiasi dengan cara memetakan asset yang dimiliki sekolah
  2. Modul 2.2Untuk melakukan pengembangan asset sekolah maka sebagai pemimpin pembelajaran memiliki kompetensi sosial emosional seperti kesadaran diri, Pengelolaan diri serta empati dll guna menciptakan lingkungan pembelajaran well being
  3. Modul 2.3 Dalam penerapan pemetaan asset sekolah melalui pendekatan berbasis asset maka perlu dilakukan dengan praktek coaching guna memaksimalkan potensi asset terutama berkaitan dengan sumber daya manusia selama proses pelaksanaan dalam menciptakan berpihak pada murid.
Koneksi antar materi dengan modul 3:
  1. Modul 3.1. Pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran
  2. Penerapan pemetaan tujuh asset sekolah terkadang dihadapkan pengambilan suatu keputusan pada situasi sulit maka sebagai pemimpin pembelajaran perlu melihat empat paradigma, tiga prinsip, dan Sembilan langkah-langkah dalam mengambil suatu keputusan sehingga pemetaan asset sekolah dapat dilakukan secara tepat dan diberdayakan secara optimal.
  3. Modul. 3.2. Pemimpin dalam pengembangan sumber daya dengan pendekatan berbasis aset
Kebermanfaatan materi terhadap diri setelah mempelajari modul 3.2 ini sebagai berikut:
  1. Mindset berfokus pada asset /kekuatan
  2. Memperhatikan redaksi pertanyaan dari negative menjadi bermuatan positif seperti “apa yang sudah berhasil?”, “bagaimana strategi pemberdayaan asset agar lebih berdaya guna?”
  3. Perencanaan program berjalan dengan lebih tersistematis, continue dan berkelanjutan sesuai dengan visi sekolah.
  4. Berkolaborasi dengan pemangku kepentingan
Demikianlah tugas koneksi antar materi pemimpin dalam pengelolaan sumber daya semoga bermanfaat .
Terima Kasih. 

Minggu, 18 April 2021

3.1.a.8 KONEKSI ANTAR MATERI

 “Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik”

(Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best).

Bob Talbert

Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

DIANA FITRI YANI_CGP SMAN 2 PEKANBARU

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

Semboyan “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” mempunyai pengaruh terhadap peran guru sebagai pendidik untuk dapat menerapkan pemikiran filosofis pendidikan Ki Hadjar di kelas dan sekolah dengan cara menghasilkan sebuah strategi sebagai pemimpin pembelajaran yang mengupayakan terwujudnya sekolah sebagai pusat pengembangan karakter dengan budaya positif. perwujudan sekolah sebagai pusat pengembangan karakter dengan budaya positif dapat dicapai dengan meningkatkan kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah. salah satu tugas tersulit sebagai seorang pemimpin adalah mengambil sebuah keputusan yang efektif. Keputusan-keputusan ini, secara langsung atau tidak langsung bisa menentukan arah dan tujuan institusi atau lembaga yang dipimpin, yang tentunya berdampak kepada mutu pendidikan yang didapatkan murid-murid. oleh sebab itu melalui materi ini calon guru penggerak dibekali pemahaman yang bertujuan untuk:

  • Mampu melakukan pengambilan keputusan berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran.
  • Mampu menyadari dan menggunakan prinsip moral dalam melakukan pengambilan keputusan 
  • Mampu menerapkan strategi untuk menghindari adanya isu kode etik kepemimpinan sekolah dan konflik kepentingan 
Berdasarkan tujuan dari pencapaian materi ini tentu saja Calon Guru Penggerak (CGP)dituntut untuk :

  1. CGP dapat melakukan praktik keputusan yang berdasarkan prinsip pemimpin pembelajaran 
  2. CGP dapat mengidentifikasi jenis-jenis paradigma dilema etika yang dihadapi oleh dirinya sendiri maupun orang lain; CGP mampu bersikap reflektif, kritis, kreatif, dan terbuka dalam menganalisis dilema tersebut.
  3. CGP dapat memilih dan memahami 3 (tiga) prinsip yang dapat dilakukan untuk membuat keputusan dalam dilema pengambilan keputusan.
  4. CGP dapat menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan yang diambil dalam dilema pengambilan keputusan; CGP bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut.

Melalui pemaparan tujuan materi pengambilan keputusan CGP dapat menganalisis efektifitas sebuah proses pengambilan keputusan yang telah diambil dan bagaimana menguji keputusan yang telah diambil sehingga pemahaman terhadap pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka dan relevansinya terhadap konteks Pendidikan Indonesia saat ini dengan membandingkan penerapan pendidikan abad ke-21 pada konteks lokal (budaya) di tempat asal mereka serta membuat perubahan konkret penerapan filosofi Pratap Triloka pendidikan Ki Hadjar Dewantara di kelas dan sekolah.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita sebagai CGP berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Berdasarkan materi yang telah dipelajari oleh CGP sebelumnya pada modul satu bahwa nilai dan peran guru penggerak memiliki nilai-nilai sebagai berikut:

  1. Mandiri yang ditunjukan sebagai kemampuan meningkatkan nilai kemandirian diri atas keinginan sendiri/panggilan hati
  2. Reflektif yang ditunjukan pembiasaan diri untuk mengevaluasi pembelajaran/lesson study yang telah,sedang dan akan dilakukan (analisis SWOT).
  3. Kolaborasi yang ditunjukan sebagai kemampuan pengembangan nilai diri secara aktif bersama murid.
  4. Inovatif (Kemampuan melakukan pembaharuan secara berkesinambungan sesuai kebutuhan murid/mengajar dengan kreatif)
  5. Berpihak pada murid ( Kemampuan memenuhi dan menghormati kebutuhan belajar murid sesuai kodrat alam dan zaman sehingga peran yang ditunjukan sebagai coach/mentor)

Dengan demikian antara nilai-nilai yang tertanam dalam diri sangat berpengaruh terhadap keputusan yang diambil dapat menciptakan lingkungan yang Positif, aman dan nyaman terutama bagi murid sebab CGP selama mengikuti Program Pendidikan Guru Penggerak telah dibekali bagaimana menerapkan nilai - nilai tersebut pada dirinya ketika dihadapkan pada kasus yang mengharuskan pengambilan keputusan.

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya?

Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dijalankan dengan menekankan pada kompetensi kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) yang mencakup komunitas praktik, pembelajaran sosial dan emosional, pembelajaran berdiferensiasi yang sesuai perkembangan murid, dan kompetensi lain dalam pengembangan diri dan sekolah. Kompetensi tersebut dituangkan ke dalam tiga paket modul, yaitu paradigma dan visi Guru Penggerak, praktik pembelajaran yang berpihak pada murid, dan pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah. Proses pendidikan ini mengedepankan coaching dan on-the-job training, yang artinya selama belajar, guru tetap menjalankan perannya di sekolah sekaligus menerapkan pengetahuan yang didapat dari ruang pelatihan ke dalam pembelajaran di kelas. jadi dalam hal ini jelas terlihat betapa besar peran fasilitator dan para pendamping CGP dalam pengembangan pengetahuan materi yang diterima terutama jika CGP terdapat kendala dalam pelaksanaan aksi nyata di sekolah maka melalui proses coaching akan diarahkan oleh pendamping serta fasilitator dengan pertanyaan - pertanyaan yang nantinya akan menuntun diri kita sebagai CGP dalam mengambil keputusan melalui tahapan TIRTA sehinggga menghasilkan keputusan yang effektif.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik ?

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran seringkali di hadapkan pada situasi dimana pendidik harus mengambil suatu keputusan tentu saja pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika sangat berkaitan dengan nilai-nilai yang dianut seorang pendidik. oleh sebab itu pada modul pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, CGP dibekali pengetahuan mengenali tiga prinsip pengambilan keputusan, paradigma dilema etika serta melakukan sembilan langkah dalam pengambilan keputusan di saat menghadapi situasi delima.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Sembilan langkah dalam pengambilan keputusan sangat membantu CGP agar keputusan yang dihasilkan berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif aman dan nyaman. karena dengan mengikuti sembilan langkah pengambilan keputusan dengan cepat dapat mengambil sebuah keputusan meskipun disaat menghadapi situasi sulit.

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Kesulitan yang saya temukan disaat proses pengambilan keputusan dalam hal berkomunikasi dengan orang tua murid, karena sebagian besar murid yang bermasalah itu merupakan murid yang mengalami hubungan keluarga yang tidak harmonis. menghadapi kenyataan ini, tentu saya merasa kasihan jikalau murid tersebut sampai mendapatkan sanksi berat dari sekolah yaitu dikeluarkan dari sekolah. pengalaman ini sesuai dengan paradigma rasa keadilan lawan rasa kasihan. Metode pendekatan dari hati dengan melakukan coaching ke murid  guna menumbuhkan pengertian dari diri murid untuk dapat menerima kenyataan dengan baik sehingga murid dapat menentukan masa depannya sendiri untuk menjadi leih baik dari orang tua. inilah yang dapat saya terapkan agar murid tersebut mampu mengevalusi diri atau mawas diri atas kesalahan yang telah dilakukan dan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi dan mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.

Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Alhamdulillah dari modul satu hingga ke modul tiga yang saya terima sangat bermanfaat. kesemua modul sangat terintegrasi dengan baik. Selama saya mengikuti program guru penggerak banyak pengetahuan yang saya dapati terkait pengembangan kompetensi diri sebagai guru dan begitu bermanfaat, maka saya ingin banyak guru terutama rekan sejawat di lingkungan sekolah saya untuk merasakan hal yang sama seperti apa yang saya rasakan demi terwujudkan pendidikan Indonesia yang lebih baik dengan cara memberikan kebutuhan belajar yang berpihak kepada murid melalui pembelajaran berdiferensiasi, sehingga dalam menjalani peran setiap guru mempunyai nilai mandiri, kolaboratif , dan reflektif sebagai pemimpin pembelajaran. 

Di dalam proses pelaksanaan PPGP, Calon Guru Penggerak (CGP) akan sering diajak untuk merefleksikan praktik pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup dengan Aksi Nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar sepanjang hayat.

jadi jangan tanyakan lagi akan dapat apa dari program pendidikan guru penggerak ini??

Salam guru penggerak!




3.1.a.7 Jurnal Monolog

Demonstrasi Kontekstual Modul 3.1
Pendidikan Guru Penggerak 
Angkatan 1/2020


Assalamualaikum

Salam Guru Penggerak demi Indonesia Maju!

Selama saya mengikuti program guru penggerak banyak pengetahuan yang saya dapati terkait pengembangan kompetensi diri sebagai guru dan begitu bermanfaat, maka saya ingin banyak guru terutama rekan sejawat di lingkungan sekolah saya untuk merasakan hal yang sama seperti apa yang saya rasakan demi terwujudkan pendidikan Indonesia yang lebih baik dengan cara memberikan kebutuhan belajar yang berpihak kepada murid melalui pembelajaran berdiferensiasi, sehingga dalam menjalani peran setiap guru mempunyai nilai mandiri, kolaboratif , dan reflektif sebagai pemimpin pembelajaran.

Selama proses pelaksanaan Program Pendidikan Guru Penggerak(PPGP), Calon Guru Penggerak (CGP) sering diajak untuk merefleksikan praktik pembelajaran yang sudah dijalankan serta berdiskusi dan berkolaborasi dengan sesama CGP maupun komunitas di sekitarnya. Keseluruhan pengalaman belajar itu diramu dalam siklus MERRDEKA, yang diawali dengan Mulai dari Diri, lalu dilanjutkan dengan Eksplorasi Konsep; Ruang Kolaborasi; Refleksi Terbimbing; Demonstrasi Kontekstual; Elaborasi Pemahaman; Koneksi Antarmateri; dan ditutup dengan aksi nyata. Diharapkan model pembelajaran yang berbasis pengalaman seperti ini dapat mewujudkan guru dan murid merdeka yang menjadi pembelajar sepanjang hayat.  

Tentu saja program pendidikan guru penggerak dengan mudah dapat dipraktekan di lingkungan sekolah sendiri mengingat dalam pelaksanaannya saya dibimbing secara langsung oleh fasilitator dan pendamping. Peran fasilitator dan pendamping begitu besar pengaruhnya terhadap pengembangan pengetahuan saya dalam mengaksi nyatakan segala materi yang diterima. Jadi semua pengalaman selama mengikuti pendidikan guru penggerak ini menjadi bermakna pada diri saya mengingat sebelumnya banyak hal yang belum saya ketahui akan pemenuhan kebutuhan saya dalam pengembangan kompetensi diri sebagai guru di SMAN 2 Pekanbaru.

Pada materi pengambilan keputusan diberi tantangan untuk membuat suatu jurnal monolog yang bertujuan agar calon guru penggerak dapat mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajarinya tentang keempat paradigma dilema etika, ketiga prinsip dilema etika, dan 9 langkah pengujian keputusan pada konteks di sekolah asal masing-masing. Dengan mengikuti Pertanyaan/Guiding Questions sebagai panduan jurnal monolog saya yang tertuang dalam suatu narasi melalui media blog pribadi sebagai berikut:

  • Bagaimana Anda nanti akan mentransfer dan menerapkan pengetahuan yang Anda dapatkan di program guru penggerak ini di sekolah/lingkungan asal Anda?

  1. Menginformasikan segala pengetahuan dan materi yang saya terima dari pendidikan guru penggerak
  2. Komunitas praktisi yang telah terbentuk oleh calon guru penggerak SMAN 2 Pekanbaru atas dukungan pemangku kepentingan sekolah seperti kepala sekolah beserta jajarannya.
  3. Komunitas praktisi sebagai wadah informasi terkait pengetahuan dan materi pendidikan sekolah. Tentu saja hal ini merupakan perwujudan budaya positif untuk kegiatan berbagi ilmu sesama rekan sejawat dalam upaya meningkatkan kegiatan pembelajaran di kelas.
  4. Berkat dukungan kepala sekolah dan jajarannya para wakil saya bersama rekan CGP lainnya mendapatkan panggung atau ruang diskusi positif baik melalui whatsapp grup maupun secara langsung dengan mengadakan ruang dialog bersama-sama mengadakan feed back atas pengalaman masing masing mapel dalam menerapkan materi yang selama ini sudah kita share di whatsapp grup komunitas praktisi.

  • Apa langkah-langkah awal yang akan Anda lakukan untuk memulai mengambil keputusan berdasarkan pemimpin pembelajaran?

Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran pasti kita sering di hadapkan pada situasi dimana kita harus mengambil suatu keputusan, sebelum kita mengambil sebuah keputusan ada beberapa hal yang harus kita lakukan:

Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memahami situasi terlebih dahulu apakah situasi yang kita hadapi termasuk dalam situasi dilema etika atau bujukan moral.Saat sudah memahami situasi yang dihadapi maka kita harus menentukan paradigma yang sesuai terhadap situasi dilema etika yang dihadapi. 4 paradigma yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan yaitu : 

  • Individu lawan masyarakat (individual vs community)
  • Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
  • Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
  • Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
selanjutnya menentukan 3 prinsip pengambilan keputusan yaitu :

  • Berpikir Berbasis Hasil Akhir
  • Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking)
  • Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

setelah mengetahui prinsip -prinsip dalam pengambilan keputusan maka selanjutnya melakukan sembilan langkah pengambilan keputusan dan melakukan pengujian sebagai berikut:

  1. Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi
  2. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi 
  3. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi 
  4. Pengujian benar atau salah, yang meliputi uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan Koran, uji panutan/idola
  5. Pengujian paradigma benar lawan benar
  6. Melakukan prinsip resolusi
  7. Investigasi opsi trilema
  8. Buat keputusan 
  9. lihat lagi keputusan dan refleksikan
  • Mulai kapan Anda akan menerapkan langkah-langkah tersebut, hari ini, besok, minggu depan, hari apa? Catat rencana Anda, sehingga Anda tidak lupa.

Keberadaan kegiatan aksi nyata yang diberikan pada setiap modul pendidikan guru penggerak di ibaratkan seperti kegiatan on the job training bagi calon guru penggerak, tentu saja hal ini sudah menggambarkan bahwa setiap sesi aksi nyata masing-masing calon guru penggerak mampu menerapkan materi yang telah didapat di lingkungan sekolahnya. Tentu saja hal ini merupakan tantangan yang terbesar bagi calon guru penggerak karena dituntut untuk dapat memformulasikan materi sesuai dengan kebutuhan sekolah masing-masing. Untuk memformulasikan materi sesuai kebutuhan sekolah CGP  berhadapan langsung dengan ekosistem pendidikan terutama berkolaborasi bersama para pemangku kepentingan. Sehingga tujuan dari Program Guru Penggerak untuk menyiapkan para pemimpin pendidikan Indonesia masa depan, yang mampu mendorong tumbuh kembang murid secara holistik; aktif dan proaktif dalam mengembangkan guru di sekitarnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid; serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil Pelajar Pancasila dapat terwujud.

Pelaksanaan langkah-langkah untuk mentransfer pengetahuan dalam bentuk diskusi Kasus Dilema Etika bersama Komunitas Praktisi SMAN 2 pekanbaru akan dilakukan pada tanggal 19 s/d 23 April 2021.

Adapun rancangan penerapan langkah-langkah tersebut sebagai berikut:

Lini Masa kegiatan : “Diskusi Kasus Dilema etika bersama komunitas praktisi SMAN 2 pekanbaru”

1. Tahap perencanaan:

  • Mengidentifikasi kasus-kasus terkait situasi dilema etika yang kerap terjadi dilingkungan sekolah saya dengan menyesuaikan paradigma serta prinsip dan pengujian 9 langkah pengambilan keputusan yang ada dalam sebuah catatan.
  • Berkolaborasi bersama pihak pimpinan sekolah dan rekan CGP satu sekolah.

2. Tahap Pelaksanaan:

  • Mensosialisasikan kasus-kasus dilema etika melalui grup komunitas praktisi.
  • Mengadakan diskusi baik secara online maupun tatap muka membahas kasus-kasus dilema etika yang telah dishare sebelumnya.
3. Tujuan Kegiatan:

Melalui kegiatan diskusi kasus-kasus dilema etika bersama rekan sejawat yang tergabung dalam komunitas praktisi tercapai sebuah pemahaman yang sama bahwa materi pengambilan keputusan begitu bermanfaat untuk mengingatkan guru sebagai pemimpin pembelajaran disaat guru berada di situasi dilema etika dapat mengambil sebuah keputusan yang tepat dan bijaksana bagi semua pihak. Sehingga secara tidak langsung dari keputusan yang dihasilkan tersebut guru dapat menjadi contoh nyata bagi murid-muridnya karena telah mewujudkan budaya positif di lingkungan sekolah

4. Waktu pelaksanaan: 19 s/d 23 April 2021

5. Evaluasi dan Refleksi kegiatan

  • Siapa yang akan menjadi pendamping Anda, dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran? Seseorang yang akan menjadi teman diskusi Anda untuk menentukan apakah langkah-langkah yang Anda ambil telah tepat dan efektif
Dalam menjalankan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran saya sangat membutuhkan pendampingan sebagai bentuk dukungan terlaksananya diskusi kasus-kasus dilema etika di sekolah terlaksana dengan baik.  oleh sebab itu saya perlu melibatkan kepala sekolah SMAN 2 Pekanbaru yakni Drs. Kasim, Wakil Kurikullum Dra. Angreta serta pendamping saya yakni Ibu Ernawanti Tampubolon dan Fasilitator saya ibu Yahmawati serta rekan-rekan sejawat yang berada di SMAN 2 pekanbaru sebagai teman diskusi saya agar langkah -langkah yang saya ambil ini tepat dan effektif.

Demikianlah jurnal monolog saya kali ini guna memenuhi tugas demonstrasi kontekstual pada modul Pengambilan Keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Besar harapan saya kepada pembaca untuk dapat memberikan masukan dan saran yang sifatnya membangun serta memperluas wawasan kita semua. 

semoga bermanfaat

terima kasih

wassalam


DIANA FITRI YANI 







Selasa, 17 November 2020

1.2.b.10. Koneksi Antar Materi (Nilai dan Peran Guru Penggerak)

NILAI DAN PERAN GURU PENGGERAK 


    Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim. Esensi kemerdekaan berpikir, Menurut Nadiem, harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa-siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi. Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya, penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah; untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara. Satu aspek sisanya, yakni Survei Karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan pencarian sejauh mana penerapan asas-asas Pancasila oleh siswa. 

 Konsep program yang diberi nama ‘Merdeka Belajar’ ini diyakini menjadi solusi untuk reformasi sistem pendidikan Indonesia. Melalui Merdeka Belajar, siswa diharapkan menjadi seorang yang mandiri, berani, pintar bersosialisasi, sopan, beradab, dan berkompetensi. Konsep Merdeka belajar merubah sistem pengajaran yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten, serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat. Kebijakan  konsep “Merdeka Belajar” tentu saja senada dengan konsep pendidikan yang telah digagas oleh Ki Hajar Dewantara.

 Peningkatan kualitas siswa tentunya diiringi peningkatan kualitas tenaga pendidik. Sesuai dengan motto Merdeka Belajar yang digunakan yaitu ‘Merdeka Belajar, Guru Penggerak’, konsep ini juga menuntut inisiatif guru sebagai tangan pertama pemberi materi dan contoh bagi murid. Guru disamping berperan sebagai salah satu sumber belajar, Juga berperan sebagai fasilitator pembelajaran. Sebagai seorang fasilitator pembelajaran, Tentunya guru harus merancang pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sehingga para peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

  Menyikapi hal tersebut, Pemerintah mengadakan Program Pendidikan Guru Penggerak bagi guru yang telah berhasil lulus seleksi, Pendidikan Guru Penggerak merupakan program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran. Program Guru Penggerak menerapkan sistem merdeka belajar dengan menggerakkan ekosistem pendidikan demi mewujudkan pendidikan yang berpusat kepada murid. Penyelenggaraan pendidikan guru Penggerak bertujuan untuk meningkatkan motivasi guru dalam melaksanakan tugas sebagai ujung tombak pembelajaran dan untuk membangun paradigma pembelajaran yang menyenangkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Sehingga pelaksanaan pendidikan Guru penggerak dapat menghasilkan guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran yang mendorong tumbuh kembang murid secara holistik, aktif dan pro aktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada murid serta menjadi teladan dan agen tranformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar pancasila. Program ini meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi, dan pendampingan selama 9 bulan bagi calon Guru Penggerak. Selama pelaksanaan program, guru tetap  menjalankan tugas mengajarnya sebagai guru.

  Nilai dan peran Guru penggerak sebelumnya telah disampaikan secara jelas melalui pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Mendikbud) yaitu Nadiem Anwar Makarim saat peresmian pembukaan Program Pendidikan Guru Penggerak kamis, 15 Oktober 2020 secara virtual mengutip dari pidato beliau yang menyatakan bahwa: “Guru yang Baik Belum Tentu Guru Penggerak, Tetapi Guru Penggerak Sudah Pasti Guru yang Baik”. Pak Nadiem menjelaskan perbedaan peran guru yang telah ada sekarang dan Guru Penggerak. Sekilas perbedaan keduanya tidak begitu signifikan. Tetapi ada batasan yang jelas bahwa Guru Penggerak dituntut memiliki kapabilitas yang lebih dari guru pada umumnya. Seorang Guru Penggerak harus mempunyai karakteristik sebagai guru yang baik, namun guru yang baik belum tentu adalah seorang Guru Penggerak. Guru yang baik yaitu guru dengan kinerja baik tetapi hanya di dalam kelas saja. Mereka mampu meningkatkan prestasi muridnya, mengajar dengan kreatif dan inovatif, serta mengembangkan kompetensi dirinya. Sedangkan peran Guru Penggerak tak hanya sebatas sukses dalam mengurus kelas yang diampunya. Selain menjadi guru yang baik, Guru Penggerak juga harus memiliki kemauan untuk memimpin, berinovasi, melakukan perubahan. Atas dasar tersebut maka kejarcita hadir untuk mendukung para guru agar menjadi guru penggerak. 

 Terkait pada materi Nilai dan Peran Guru penggerak sebagai materi yang diberikan di pendidikan guru penggerak bertujuan untuk memberikan penguatan pemahaman kepada calon guru penggerak untuk kembali mengenali nilai potensi diri yang ada sehingga calon guru penggerak mampu mengkolaborasikan nilai potensi diri sebagai persiapan diri dalam melaksanakan tugas sebagai guru penggerak setelah mengikuti pendidikan sesuai harapan pihak penyelenggara. Calon guru penggerak mampu mengkolaborasikan potensi nilai diri seperti:

1. Nilai Mandiri

2. Nilai Reflektif

3. Nilai Kolaborasi

4. Nilai Inovatif

5. Nilai berpihak pada murid.  

   Kemampuan calon guru penggerak yang dapat mengkolaborasikan nilai potensi diri tersebut berdampak positif dalam wujud nyata dengan menghadirkan pengalamanan belajar yang bermakna kepada  ekosistem pendidikan. Penilaian kompetensi calon guru penggerak selama menngikuti pendidikan guru penggerak dilihat dari beberapa kategori yang telah ditetapkan sebagai berikut :

1. Kategori Penguasaan Pengetahuan Professional Kompetensi

2. Kategori Praktik Pembelajaran Professional Kompetensi

3. Kategori Pengembangan Profesi berkelanjutan Kompetensi

  Ketiga kompetensi tersebut mencerminkan enam peran Guru Penggerak dalam mewujudkan  program Merdeka Belajar di lingkungan sekolah. Guru Penggerak memiliki program untuk melatih potensi mentorship dan kepemimpinan mereka untuk mampu membantu guru-guru lain. Guru Penggerak memiliki tempat pelatihannya berbentuk sekolah, sehingga para guru yang lulus baru bisa menjadi Guru Penggerak. Jalur karir dari Guru Penggerak yaitu menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah, serta instruktur pelatihan guru. Ketiga posisi tersebut membutuhkan skill kepemimpinan yang tinggi.

 Adapun kontribusi calon guru penggerak mampu menjalankan proses pembelajaran merdeka belajar di Lingkungan Sekolah sebagai berikut:

1. Mendorong Peningkatan Prestasi Akademik Murid

Peran ini merupakan peran yang dimiliki oleh kedua jenis guru, baik itu Guru Penggerak maupun guru dengan definisi baik. Peran mendorong peningkatan prestasi akademik murid selaras dengan tujuan Merdeka Belajar yaitu menciptakan generasi hebat di masa yang akan datang. Peran ini juga sesuai dengan aspek Profil Pelajar Pancasila yang mengharuskan siswa untuk bernalar kritis dan berakhlak mulia agar prestasi akademiknya meningkat.

2. Mengajar dengan Kreatif

Guru yang baik mampu menemukan metode yang tepat dalam penyampaian materi belajar, begitu juga Guru Penggerak. Terkadang siswa merasa jenuh ketika bahan ajar yang dijelaskan guru hanya disampaikan dengan metode tradisional semacam penyalinan buku teks. Melalui pengajaran dengan metode yang kreatif, guru secara tidak langsung telah memberi contoh kepada siswa untuk selalu berinovasi dalam mencari ilmu.

3. Mengembangkan Diri Secara Aktif

Mengembangkan diri secara aktif tak hanya menjadi sebuah keharusan untuk siswa, tetapi berlaku juga untuk Guru Penggerak maupun guru dengan definisi baik. Mengembangkan diri secara aktif berarti selalu berinovasi serta mampu berusaha sendiri dalam meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan salah satu aspek Profil Pelajar Pancasila yaitu mandiri.

4. Mendorong Tumbuh Kembang Murid Secara Holistik

Mulai dari poin ke-4 hingga ke-6 adalah peran yang hanya dimiliki oleh Guru Penggerak. Mereka mendorong tumbuh kembang murid secara holistik mengikuti seluruh aspek Profil Pelajar Pancasila, bukan hanya di kelasnya tetapi juga di kelas lain. Guru Penggerak tidak terpaku dengan kurikulum yang ditentukan. Mereka juga melihat standar pencapaian Profil Pelajar Pancasila dan mencocokkan dengan metode pengajarannya.

5. Menjadi Pelatih (Coach/Mentor) Bagi Guru Lain untuk Pembelajaran yang Berpusat Pada Murid

Guru Penggerak memiliki program untuk melatih potensi mentorship dan kepemimpinan mereka untuk mampu membantu guru-guru lain. Guru Penggerak memiliki tempat pelatihannya berbentuk sekolah, sehingga para guru yang lulus baru bisa menjadi Guru Penggerak. Jalur karir dari Guru Penggerak yaitu menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah, serta instruktur pelatihan guru. Ketiga posisi tersebut membutuhkan skill kepemimpinan yang tinggi.

6. Menjadi Teladan dan Agen Transformasi Bagi Ekosistem Pendidikan

Perbedaan yang mendasar dari guru pada umumnya dan Guru Penggerak yaitu besaran dampak yang dibuat. Guru Penggerak diharapkan menjadi teladan dan agen perubahan di dalam ekosistem pendidikan. Mereka harus mempunyai dampak lain selain perubahan positif di kelasnya sendiri. Guru Penggerak harus memberikan dampak kepada guru-guru lain serta dampak kepada sekolahnya. Mereka layaknya lilin/obor perubahan di masing-masing unit pendidikannya, bahkan di luar unit pendidikannya.

  Dapat disimpulkan bahwa Guru Penggerak diharapkan mampu untuk melakukan perubahan di masing-masing institusi pendidikan mereka. Dalam mewujudkannya, Kemendikbud akan berkolaborasi dengan semua kepala dinas dan pemerintah daerah untuk memastikan hal ini terjadi, sehingga peran Guru Penggerak dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia.

Peranan Guru penggerak :

  Menggerakkan komunitas belajar untuk rekan guru di sekolah dan di wilayahnya

• Menjadi Pengajar Praktik bagi rekan guru lain terkait pengembangan pembelajaran di sekolah

•  Mendorong peningkatan kepemimpinan murid di sekolah

• Membuka ruang diskusi positif dan ruang kolaborasi antara guru dan pemangku kepentingan di dalam dan luar sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran

• Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah

  Demikianlah sintesa pengetahuan terhadap materi nilai dan peran guru penggerak. Semoga bermanfaat.



TERIMA KASIH

SALAM BAHAGIA

🙏


Kamis, 29 Oktober 2020

Modul 1.1.a.09: Sintesis berbagai materi dan Rancangan Tindakan

1. SINTESIS BERBAGAI MATERI

MEMBENTANG KONSEP PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA SEBAGAI CALON GURU PENDIDIKAN GURU PENGGERAK ANGKATAN 1/2020

Perspektif pendidikan yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara sejalan dengan karakteristik budaya  kultural Indonesia dan menekankan pentingnya pengolahan potensi-potensi murid secara terintegratif. Pada titik itu pula, konsep pendidikannya sungguh kontekstual untuk kebutuhan generasi Indonesia pada masa itu. 

Manusia Indonesia yang berbudi pekerti adalah yang memiliki kekuatan batin dan berkarakter. Artinya, Pendidikan diarahkan untuk meningkatkan citra manusia di Indonesia menjadi berpendirian teguh untuk berpihak pada nilai-nilai kebenaran. Dalam tataran praksis kehidupan, Manusia di Indonesia menyadari tanggungjawabnya untuk melakukan apa yang diketahuinya sebagai kebenaran. Ekspresi kebenaran itu terpancarkan secara indah dalam dan melalui tutur kata, sikap, dan perbuatannya terhadap lingkungan alam, dirinya sendiri dan sesamanya manusia. Dalam istilah Thomas Aquinas, yang menyatakan bahwa kebenaran itu terpancar dalam keindahan: Pulchrum est splendor veritatis. Kebenaran dan keindahan itu tak dapat dipisahkan. Apa yang benar memancarkan keindahan. 

Baca juga: Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan Tantangan implementasi

Kini gagasan dan konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara, yang begitu berharga dan humanis pada masa dulu, menjadi terasa begitu klasik dan nyaris di lupakan. Berdasarkan catatan hasil penelitian hal tersebut terjadi lantaran pendidikan di Indonesia pada masa kini lebih dominasi kognitif dan jauh dari nuansa terintegratif sehingga reduktif terhadap hakekat pendidikan dan kemanusiaan. Mengapa demikian? Ada sementara pihak yang meyakini bahwa hal itu terkait dengan upaya lembaga pendidikan dalam praksisnya yang terlalu terfokus pada upaya untuk menyiasati ujian sekolah ataupun Ujian Nasional (UN), dan bukan untuk membentuk manusia yang otentik, berkepribadian dan peka terhadap dunia di luar sekolah.

menjadi-guru-di-Era-Digital

Gambar 1: Peran Guru sebagai  Among

Sementara itu, Pendidikan dalam konteks yang sesungguhnya, sebagaimana diyakini oleh Ki Hadjar Dewantara, adalah menyangkut upaya memahami dan mengayomi kebutuhan peserta didik sebagai subyek pendidikan. Dalam konteks itu, Tugas pendidik adalah mengembangkan potensi-potensi peserta didik, menawarkan pengetahuan kepada peserta didik dalam suatu dialog. Semuanya itu dimaksudkan untuk memantik dan mengungkapkan gagasan-gagasan peserta didik tentang suatu topik tertentu sehingga yang terjadi adalah pengetahuan tidak ditanamkan secara paksa tetapi ditemukan, diolah dan dipilih oleh murid. Berdasarkan perspektif tersebut Ki Hadjar memaknai pendidikan sebagai aktivitas “mengasuh”/Among.

Peran sebagai Guru yang bertugas terkait pada aktivitas pendidikan “mengasuh” inilah yang menjadi alasan saya untuk memaknai kembali dengan baik konsep pendidikan yang telah digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Kembali menghidupkan ruh pendidikan yang seimbang dan selaras dengan murid dalam proses pembelajaran yang berpusat pada anak melalui pendekatan komunikasi yang humanis kepada murid di kelas.

guru cerewet

Gambar 2: Sosok guru yang pemarah

Sebagai guru tentu saja saya mencintai murid, Tetapi cara menunjukan rasa cinta kepada mereka yang tak tepat. Penunjukan rasa cinta saya jauh berbeda dengan metode “mengasuh” Ki Hajar Dewantara, Pengasuhan yang dilakukan semestinya berdasarkan welas asih yang penuh pengertian berdasarkan kondisi setiap murid. Sebelumnya berharap penuh kepada setiap murid untuk bisa menjadi lebih baik dari saya, berharap penuh kepada murid untuk mengerti tujuan dari proses pembelajaran yang disampaikan. Hanya saja pengharapan penuh ini melahirkan cara yang memaksa, karena menuntut murid harus mampu mengimbangi harapan saya. inilah yang pernah saya alami sebelum mengikuti Pendidikan Guru Penggerak.

Rasa cinta buta yang saya miliki ini membuat saya lupa bahwa semestinya sayalah yang harus mengimbangi kemampuan setiap murid dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga pada saat saya menemukan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan tidak akan berujung kekecewaan yang berwujud pada sikap marah-marah, pemberian hukuman ataupun ancaman kepada murid yang tak mampu.

pendidikan guru penggerak
Gambar 3:  Perubahan  Mindset terhadap proses pembelajaran

Pendidikan guru penggerak menjadi momentum yang luar biasa bagi saya sebagai guru untuk kembali memaknai kembali dengan baik konsep pendidikan yang telah digagas oleh Ki Hajar Dewantara. Terutama dalam proses pembelajaran yang selama ini saya bangun antara murid mirip dalam sebuah instansi non-kependidikan: terpola secara tegas antara atasan dan bawahan. Padahal, relasi yang terjadi idealnya adalah setara dalam arti, guru adalah sahabat dan sekaligus teman bagi siswa untuk saling berbagi dan memperkaya wawasan pengetahuan. Dalam istilah Ki Hadjar Dewantara, inilah yang disebut metode Among. Metode itu dilaksanakan dengan semboyan Tut Wuri Handayani (mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh).
learning is fun

Gambar 4: Tujuan pendekatan komunikasi yang humanis

Refleksi Filosofi Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara menjadi titik awal saya menjadi agen perubahan dalam transformasi Pendidikan “Merdeka Belajar” di sekolah. Langkah awal yang akan saya lakukan untuk memperbaiki diri sebagai guru dalam proses pembelajaran adalah membangun komunikasi yang humanis kepada murid. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain. Sedangkan untuk kata humanis berasal dari pemahaman yang menganggap manusia sebagai objek terpenting. Pemahaman sikap hidup yang demokratis dan etika yang menegaskan bahwa manusia memiliki hak dan tanggung jawab untuk memberikan makna dan bentuk kehidupan mereka. Humanisme berdiri untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi melalui etika yang didasarkan pada manusia dan nilai nilai yang alami melalui kemampuan manusia. 

Berdasarkan kedua definisi tersebut maka saya menyimpulkan komunikasi yang humanis yang akan saya lakukan adalah sebagai usaha pendekatan diri untuk menciptakan pola hubungan sosial antara guru dan murid yang ramah sehingga saya tidak lagi dipandang sebagai guru yang pemarah oleh murid. Murid dipandang sebagai manusia seutuhnya yang memiliki jiwa dan raga bebas merdeka untuk menciptakan masa depannya sendiri. Pendekatan diri sebagai teman belajar mempermudah dalam mengidentifikasi karakter setiap murid (tak kenal maka tak sayang) jika mengenal dengan baik maka dengan sendirinya mempermudah dalam pemberian model pembelajaran sesuai kemampuan murid sehingga penyampaian visi ‘Merdeka Belajar” yang berbasis profil Pelajar Pancasila Indonesia disambut baik oleh murid.


pelajar indonesia
Gambar 5: Profil Pelajar Pancasila